Cerita Dari Tanggal Muda Sampai Tua. Menceritakan berbagai hal, mulai dari pengalaman sampai cari cuan. Bisa sharing pengalaman melalui berbagai cerita yang ada. Boleh juga e-mail cerita ke admin untuk di publish.

Rabu, 29 Januari 2020

Batu (Ego) Pecah (Berilmu) Melebur (Bermasyarakat)

| Rabu, 29 Januari 2020
analogi batu pecah analogi
Halo sobat Cerita Perjalanan "Ways" hehehe, kita lanjutkan mencoba untuk memotivasi diri kita sendiri agar tersebar virus virus kebaikan. Seperti yang tertera pada judul "Batu (Ego) Pecah (Berilmu) Melebur (Bermasyarakat)". Pasti bertanya - tanya apa maksudnya ini. Saya akan memprediksi sobat disini pasti sudah baca spoiler dari gambar diatas. Bagaimana? Sudah benar belum? Kalau belum tolong jangan lupa komentarnya di bawah agar penulis semakin pintar kedepannya buat nebak, hehehe. 

Sobat caper jika lihat pada ilustrasi gambar, "Sesuatu yang keras (ego) ini pada waktunya akan retak, pecah, atau bahkan hancur". Sesuatu yang keras ini kita ilustrasikan pada gambar adalah batu. Diberi tanda dalam kurung ego yang kita analogikan sebagai batu. Kenapa harus ego sama dengan batu? Itu lebih mudah kita terima sepertinya karena banyak atau sering kita dengar dengan sebutan "kepala batu". Ini memang mencerminkan kepribadian orang yang egonya tinggi itu memang keras kepala. Susah untuk diberi tahu kalau tempe itu enak. 

Biasanya sih sangat keras pendiriannya, kalau bener mah oke gak majalah berarti ya koran. Yang jadi masalah itu kalau salah tapi susah untuk diberi tahu maunya tempe. Pada akhirnya akan berakhir dengan sebutan egois orang tersebut. Pada waktunya akan retak, pecah, atau bahkan hancur adalah dimana kondisi semesta betul - betul mengisyaratkan untuk berhenti. Maksudnya adalah ketika seseorang akan ambil suatu keputusan dan sudah diperingatkan bahwa itu salah maka semesta yang akan ambil tindakan yang akan mematahkan pendiriannya saat keputusan sudah diambil. Bisa juga akan batu (ego) retak, pecah, atau bahkan hancur dalam kondisi yang lain yang akan dijelaskan dibawah. 

Nah, tulisan selanjutnya ini adalah alasan kenapa pada paragraf sebelumnya saya bilang "kalau bener sih oke gak majalah ya koran". Tertulis, "Akan retak, pecah, sampai hancur dengan tempaan dan tekanan (adab, ilmu, dan hati yang lapang)". Dimaksud dengan hilangnya atau terkikis sifat egois dari kita melalui beberapa tempaan dan tekanan. Pembahasan sebelumnya yang terulis "semesta yang akan ambil tindakan" bisa jadi dimasukkan dalam tekanan. Bisa hilang atau terkikis dengan tempaan yaitu belajar gaes. Kita bisa menempa atau upgrade diri kita dengan belajar. 

Belajar apa nih Om? Ya belajar tentang ilmu, adab, dan hati yang lapang. 

Kenapa harus belajar ilmu? Udah deh gaes yang namanya orang berilmu itu akan lebih mudah menentukan benar tidaknya suatu keputusan atau masalah. Bahkan juga ada sepakat bahwa adab sebelum ilmu itu lebih penting.

Apa iya? Ya iyalah, sebab akibat dan konsekuensinya pasti paham. Parameter yang digunakan juga bisa lebih luas, dari segi keilmuan ini dan itu termasuk menambah hal - hal yang religius akan semakin banyak filter hingga kita minimal melakukan kesalahan-kesalahan. Yang kedua adalah adab, yang menurut KBBI adalah kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak. Nah itu tuh, orang Jawa juga sering bilang dalam kata "ungah ungguh". Jangan asal jeplak aja tuh mulut, liat dulu lawan bicara. Lebih tua atau muda? Meskipun kita paham bahwa mereka salah gak bisa langsung asal jeplak aja gaes. Harus ada seninya. Sampai - sampai ada kata bijak seperti " adab dahulu baru ilmu". Meskipun kepintaran kita diatas rata - rata jangan sampai kita lupa adab. Eyang Habibie aja yang sangat pintar dan terbukti kepintarannya sangat beradab. Nah elu? Gimana yak. Yang terakhir adalah "hati yang lapang", kalau orang Jawa sering ngomong "legowo".

Kalau ini sepertinya gak perlu dibahas lagi karena kita yakin udah banyak yang tahu. Akan susah seseorang mempunyai hati yang lapang kalau orang tersebut miskin ilmu dan adab. Bukannya kita mau langsung ngejudge seperti itu ya. Karena banyak sekali pemangku jabatan yang notabene lebih berilmu ternyata lebih tidak legowo daripada penyokong jabatan. Ilmu sudah didapat, sepertinya adab yang belum bisa diaplikasikan. 

Oh iya, jangan anggap orang yang berilmu disini hanya orang yang lulusan S1, S2, atau Profesor. Kalau masih menganggap orang yang yang berilmu itu adalah orang - orang yang lulusan universitas, ada suatu pesan untuk sobat caper nih "kopimu kurang pait, dolenmu kurang adoh, mulehmu kurang bengi lur" yang artinya "kopimu kurang pahit, mainmu kurang jauh, pulangmu kurang malam bro". Maksudnya kurang lebih sih sepertinya anda kurang banyak diskusi dan tukar pikiran. Karena tidak jarang juga beberapa orang bisa lebih legowo padahal sekolah sebatas SD, SMP, atau hanya SMA.

Tulisan terakhir adalah "sampai melebur dan menyatu dengan sekitarnya (hati, pikiran, ucapan, dan perlakuan akan menyatu dan akan mengalami sinkronisasi menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan siap untuk berhubungan dengan masyarakat luas)". Lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan kerja atau tetangga. Kemungkinan besar hati, pikiran, ucapan dan perlakuan / perbuatan seseorang akan sinkron setelah mengalami paragraf sebelumnya, jadi gak ada yang namanya munafik dan lain - lain. Ngomong – ngomong munafik ada cerita yang seru juga nih, bisa dibaca disini.

Kenapa bisa begitu yak? Ya karena ilmu dan adab mereka gak terpisah, dan ilmu yang kita bahas disini luas gak hanya dari satu sudut pandang saja. Yang diharapkan memang seseorang tersebut bisa lebih bijaksana dan siap untuk terjun ke masyarakat. Maksudnya gimana nih? Kita disuruh KKN? Ya gak gitu juga kali. Ketika kita sudah siap dengan diri kita sendiri secara gak langsung kita juga siap berhadapan dengan orang lain. Apalagi saat kita menjalani kehidupan dengan tetangga, kemungkinan gak bakalan terjadi deh seperti yang diberitakan di berita - berita kriminal. Karena sesuai dengan judul yang terakhir adalah "Melebur (Bermasyarakat)" akan menjadikan kita melebur menjadi satu yaitu Indonesia, dengan banyak perbedaan tapi dengan toleransi yang tinggi.

Terima kasih kepada yang sudah membaca artikel kami sampai di tulisan ini. Jika ada kekurangan atau data yang lebih baik lagi bisa tinggalkan jejak di komentar. Kalau ada kelebihan mohon dikembalikan. Karena tulisan ini hanya hasil diskusi bersama dengan sudut pandang dari Cerita Perjalanan.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar